Pada saat kalian membaca kisah hidup Wilma Rudolph berikut, kalian akan melihat bahwa tak ada seorang pun yang sempurna dalam segala hal, masing-masing memiliki kemampuan dan bakatnya sendiri. Dengan adanya keberanian, baik keberanian fisik, keberanian moral dan beberapa keberanian spiritual.
Wilma Rudolph
Para dokter mengatakan kepadanya dia tak dapat berjalan lagi
Masa muda :
Wilma lahir di sebuah pondok di hutan terpencil Tennessee dari orang tua yang sangat miskin pada tahun 1940. Di rumahnya tidak ada air ledeng, tidak ada listrik, dan tidak ada pipa air di dalam rumah. Dia lahir prematur dua bulan, hal ini membuatnya menjadi bayi kecil yang sering sakit-sakitan, berat badannya waktu lahir hanya dua kilogram lebih sedikit. Dia begitu lemah sehingga tak seorang pun yakin dia akan bisa bertahan hidup.
Umur empat tahun dia terkena penyakit jengkering, cacar air, campak, gondok, radang paru-paru ganda, serta polio, yang menyebabkan salah satu kakinya lumpuh sebagian. Para dokter memprediksikan bahwa Wilma tidak akan pernah bisa berjalan lagi.
Seperti keluarga yang kulit hitam lainnya, keluarganya harus berhadapan dengan prasangka. Orang kulit hitam tidak boleh duduk berdampingan dengan orang kulit putih dibus, kereta atau gedung bioskop. Dan anak-anak kulit hitam serta kulit putih pergi ke sekolah yang berbeda. Dokter kulit putih merawat orang kulit putih, dokter kulit hitam merawat orang kulit hitam, dan hanya ada satu dokter kulit hitam untuk seluruh penduduk kulit hitam di kotanya.
Rumah sakit yang terdekat bagi kulit hitam adalah di Nashville, lebih dari satu jam perjalanan, jadi dua kali seminggu Wilma dan ibunya bepergian naik bus ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan tinggi bagi kakinya. Di rumah, keluarganya membantu mengurut kakinya dan melatih kakinya yang lemah sementara dia membayangkan dirinya berjalan dan suatu hari nanti bisa berlari.
Yang paling menyakitkan adalah bahwa sekolah setempat tidak mengizinkan Wilma belajar di sana karena dia tidak dapat berjalan. Dia dapat melompat jarak dekat dengan kakinya yang sehat, tetapi hal ini melelahkan kakinya, dan dia harus beristirahat sampai dia dapat melompat lagi. Wilma Rudolph terus berlatih dengan sangat keras pada terapi kakinya sehingga para dokter akhirnya merasa dia siap untuk dipasangi penyangga baja yang berat untuk menopang kakinya.
Akhirnya dia dapat pergi kr sekolah, tetapi sekolah bukanlah tempat yang menyenagkan seperti impiannya. Dia merasa kesepian dan ditinggalkan ketika dia melihat anak-anak lain bermain di lapangan mengerjakan semua hal yang tidak dapat dilakukannya. Beberapa teman kelasnya bahkan mengejek penyangga kakinya. Dia terus melatih kakinya yang lemah, dan keluarganya terus menghiburnya untuk memberi semangat. Pada usia dua belas tahun, dia dapat melepas penyangga kakinya untuk selamanya.
Di sekolah menengah atasdia menjadi bintang tim bola basket dan atletik yang diikutinya, dan kecepatan serta kelincahannya menarik perhatian Ed Temple, pelatih atletik di Universitas Negeri Tennessee. Pada tahun 1956 Ed Temple mengundang Wilma untuk ikut program atletik musim panas di kampus itu dan berlatih dengan atlet-atlet lain di sana. Dia belajar bagaimana melakukan start yang bagus dan bagaimana menggerakkan lengan dan kakinya, juga latihan-latihan khusus yang membuatnya lebih kuat dan lebih cepat.
Segera dia bepergian untuk bertanding di seluruh negeri. Tahun 1956 dia mendapatkan tempat di tim Olimpiade Amerika Serikat, menjadi anggota termuda. Di Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia, dia tidak berprestasi bagus pada nomor 200 meter, tetapi dia dan timnya memenangkan medali perunggu dalam nomor estafet 400 meter.
Masa dewasa :
Setelah menyelesaikan dua tahun terakhir sekolah menengahnya, dia mendapatkan beasiswa atletik di Tennessee. Dia merupakan anggota pertama dari keluarganya yang ke perguruan tinggi. Dia bekerja keras dan mengingat seperti apa yang rasanya berdiri di panggung juara di Olimpiade 1956, dia menginginkan kesempatan lain untuk memenangkan medali emas Olimpiade.
Pada tahu 1960 dia lebih cepat dari sebelumnya dan bergabung dengan ti Olimpiade lagi. Pada Olimpiade tahun 1960 di Roma dia bertanding melawan pelari wanita terbesar pada saat itu, seorang gadis Jerman bernama Jutta Heine. Tak seorang pun pernah mengalahkan Jutta, tetapi di nomor 100 meter, Wilma tidak hanya mengalahkan serta memenangkan medali emasnya yang pertama tetapi juga memenangkan nomor itu dalam waktu 11 detik pas dan mencetak rekor dunia yang baru. Ini hanya 0,8 detik lebih lambat dari rekor dunia pria.
Wilma menang lagi pada nomor 200 meter dan kembali mencetak rekor dunia yang baru. Sekarang dia mempunyai dua medali emas. Pada hari terakhir perlombaan, dia menjadi pelari terakhir untuk estafet 400 meter wanita, melengkapi kehebatan lari jarak pendeknya dengan memenangkan nomor itu dan sekali lagi mencetak rekor dunia yang baru.
Timnya memenangkan estafet itu sekali pun sebetulnya karena terlalu gembira dia hampir menjatuhkan tongkat dan kemudian mesti menyusul jarak yang lumayan jauh dari Jutta Haine, sebuah hal yang dianggap mustahil oleh semua orang. Tetapi dia melakukannya dan pulang dari Olimpiade 1960 dengan 3 medali emas sekaligus. Wilma telah meraih yang mustahil dan menjadi wanita Amerika pertama yang memenangkan tiga medali emas untuk sekali Olimpiade.
Wilma Rudolph |
Setelah Olimpiade 1960, dia dianggap pahlawan oleh orang-orang di seluruh dunia, dan dia serta keluarganya diundang ke Gedung Putih untuk bertemu dengan Presiden John F.Kennedy. Dia dianugerahi Atlet Terbaik United Press (1960), Atlet WanitaTerbaik Associated Press (1960,1961), dan menjadi wanita pertama yang menerima Hadiah James E. Sullivan untuk Sikap Sportif (1961).
Setelah menyelesaikan perguruan tinggi pada tahun 1963, Wilma bekerja sebagai guru, pelatih atletik, konsultan atletik, dan asisten direktur atletik bagi Yayasan Muda Walikota di Chicago. Dia bekerja untuk mengajarkan olahraga kepada anak-anak muda miskin, berharap bahwa sukses di bidang olahraga akan membuat mereka tetap melanjutkan pendidikan. Pada 1981 dia mendirikan yayasannya sendiri untuk mendidik atlet-atlet muada dan mengajar mereka bahwa mereka juaga dapat sukses sekalipun berasal dari keluarga miskin.
Sepanjang hidupnya, dia bicara lantang tentang hal-hal yang dia pedulikan seperti pemisahan warna kulit dan nilai olahraga dalam pembangunan karakter dan selalu menjadi panutan dan inspirasi bagi orang lain. Melalui dedikasinya pada cita-citanya dan kepercayaan pada diri sendiri, dia mengatasi rintangan sakit dan kemiskinan serta mencapai hal yang mustahil. Dia tidak hanya berjalan, dia berlari!
Wilma yang dulu di kenal sebagai anak paling ringkih (lambat atau lemah) di kampung halamannya, kemudian menjadi wanita tercepat di dunia. Dia bermimpi besar dan bekerja keras, dan dia menjadi pemenang dalam olahraga dan kehidupannya.
"Tak bisa adalah dua kata yang tidak pernah ada dalam kosakataku" -- Wilma Rudolph (1940-1994)
Pahlawan adalah orang biasa yang telah menghasilkan hal-hal luar biasa. Banyak kaum muda saat ini kekurangan pahlawan, cita-cita, dan tujuan hidup yang jelas. Seharusnya kata-kata motivasi "Tak bisa adalah dua kata yang tidak pernah ada dalam kosakataku" bisa menjadi semangat untuk para pemuda hingga bisa bertekad mewujudkan mimpi atau cita-cita para kaum muda seperti kita ini sebagai pemuda penerus bangsa Indonesia. Kisah Wilma Rudolph di atas juga sangat mengharukan dan memotivasi menurut saya, dia bisa sukses sebagai atlet lari dengan mencetak rekor dunia tercepat di Olimpiade tahun 1960.
Wilma Rudolph melakukannya dengan penuh perjuangan dan semangat yang besar, dia membuat hal yang dianggap oleh orang di sekitarnya sebagai hal yang mustahil menjadi kenyataan. Seorang anak yang lahir prematur, diserang banyak penyakit di usia kecilnya, bahkan pernah lumpuh kakinya dan difonis tidak dapat berjalan lagi seumur hidup oleh dokter di daerah tempat tinggalnya.
Michaelangelo (1475-1564) berkata “Bahaya terbesar bagi sebagian besar dari kita bukanlah cita-cita yang terlalu tinggi dan kita gagal mencapainya, melainkan cita-cita itu terlalu rendah dan kita berhasil meraihnya”. Dari perkataan Michaelangelo tersebut dapat kita pahami bahwa jangan takut mempunyai cita-cita yang tinggi hanya karena kita takut tidak sanggup mencapainya, sehingga kita terus terpuruk pada tempat yang kecil tanpa adanya perubahan atau peningkatan yang berarti untuk mengangkat martabat kita guna membanggakan orang tua dan keluarga kita.
Kalau di lihat dari lingkungan sekitar kita, yang membuat semangat para pemuda seperti kita ini
turun atau memudar adalah karena adanya kegagalan dalam percobaan mengembangkan bakatnya. Kegagalan itu sangat jarang sekali dijadikan sebagai sumber semangat dan motivasi untuk mencoba lagi sehingga mendapatkan apa yang ingin dicapai. Seharusnya semua pemuda di sekitar kita seperti itu, punya semangat yang tinggi, pantang menyerah dan terus mencoba mengembangkan bakat yang telah dia punya.
0 Response to "Kisah Hidup Inspiratif Wilma Rudolph Sang Atlet Terbaik"
Post a Comment